Kamis, 11 Februari 2010

Makcomblang Cinta ( bagian 4/Selesai )

" Aku tak sanggup....." Kata Rani sambil terisak. " Semua ingatanku hanya padamu walau aku bersamanya." Lanjutnya.
Ditengah riangnya seorang Rani dan senyumnya yang selalu tulus, tak kusangka dia pu bisa menangis.

" Aku...." aku mencoba bicara tapi tertahan. Menahan haru agar tak menangis di hadapannya. " Aku sedang membiasakan diri melupakanmu." Kataku lagi
Dia sepertinya terkejut. Isakannya terhenti. Dia menarik badannya sedikit ke belakang dan menatap ke wajahku. Tapi lagi-lagi aku tak membalas tatapanya. Aku menoleh ke arah lain.

" Sebelumnya kita tak saling kenal. Juga tak saling cinta. Jadi aku dan kau pasti bisa hidup seperti saat kita tak saling kenal." Kataku tetap tak memandang wajahnya. Dia menggeleng-geleng perlahan.

" Pulanglah." Kataku lagi. Aku melangkah mundur. Memegang gagang pintu hendak menutupnya.

" Aku masih bisa merasakan sayangmu padaku. Kau menjaganya." Dia berkata tiba-tiba. Tanpa menunggu reaksiku dia beranjak pergi.
Aku menutup pintu lalu berdiri membelakanginya. Aku tertunduk memikirkan kata-kataku sendiri dan juga apa yang dikatakannya. Haruskah kusesali yang kulakukan? Aku sendiri belu bisa menjawabnya. Aku pergi tidur dengan perasaan bersalah pada dirinya. Tapi entahlah. Apapun yang akan terjadi besok, terjadilah.

Hari ini aku tak banyak bicara dengan Angga. Kejadian semalam masih terasa beratnya. Tapi kulihat Angga tetap gembira. Katanya ada janji lagi mau jalan dengan Rani. Usai jam sekolah, aku ke rumah paman lagi. Baru pulang saat matahari sudah terbenam. Sudah gelap. Aku berjalan pelan-pelan saja. Rumahku sudah kelihatan tak jauh lagi. "Aneh, tadi siang kan cerah, kenapa sekarang mendung begini?". Pikirku. Akhirnya sampai di depan rumah. Kubuka pagar rumahku. Tapi tiba-tiba ada suara memanggilku.

" Wisnu!" Sepertinya suara Angga. Tapi terdengar marah. Aku menoleh. Memang Angga. Dan dia memang sedang terlihat kesal.
Aku tersenyum. " Lho....," belum selesai aku berkata-kata, Angga sudah mencengkeram kerah bajuku dengan tangan kirinya. Lalu dengan cepat tinju tangan kanannya mendarat dipipiku. Dia lalu mendorongku. Aku jatuh terduduk.
Aku sungguh heran. kenapa tiba-tiba...? Kami terdiam sejenak. Hujan mulai turun rintik-rintik.

" Kau ini terlalu baik atau bodoh, hah!?" Teriaknya marah.
" Kenapa kau ini?" Aku bertanya balik padanya. Masih tetap terduduk ditanah.
" Kau menyuruj orang yang mencintaimu kencan denganku. Apa tidak salah?! Kau pikir aku ini orang macam apa, hah?" Angga betul-betul marah. Aku hanya tertunduk mendengarnya. Sementara hujan turun makin deras.

" Kau tau kenapa aku memukulmu?" Aku tak menjawab. Lalu dia berkata lagi, " Biar kau merasakan sakitnya hatiku. Sakit hati seorang sahabat yang merasa tak dikenali oleh sahabatnya. Begitukah caramu mengerti aku?" Suara bicara Angga tidak dengan teriak lagi. Nadanya menjadi datar. Sepertinya marahnya mulai reda. Berubah jadi rasa sedih.

" Aku kencan dengannya. Tapi dia menangis dihadapanku. Dia bercerita tentang cintanya padamu. Tentang cintamu padanya. Dan tentang bodohnya kau yang menyuruhnya jalan denganku." Katanya. Dia lalu berjongkok dihadapanku ditengah hujan yang makin deras.

" Kadang kita ingin selalu membahagiakan sahabat kita karena tak mau kehilangannya. Tapi kadang kita juga lupa bertanya padanya,'bahagiakah dia dengan apa yang akan kita lakukan?' Yang membuatku kecewa adalah, kenapa kau tak berbagi denganku saat kau bimbang. Dengan memilihnya, kau tak mengambil apa-apa dariku karena dia belum jadi milikku dan bahkan dia mencintaimu. Aku masih tetap sahabatmu."
Semua kata-katanya membuatku tenang dan menyadarkan aku dimana kelirunya perbuatanku.

" Hei!" Dia menampar pipiku dengan keras. Lalu menunjuk ke arah belakangku dengan tangan kirinya.
" Kubawakan cintamu, makcomblang. Hehe." Kata Angga dengan senyum lebar. Aku menoleh. Kulihat Rani berdiri memegang payung sambil menangis. Tapi tangisnya adalah tangis bahagia. Karena dia juga tersenyum.
Aku berdiri. Terus menatapnya. DIa menjatuhkan payungnya lalu memelukku. Aku juga memluknya. Di bawah deras hujan, aku, sahabatku, kekasihku..... terjadi hubungan yang lebih erat lagi.
Angga tersenyum. Rani tersenyum dipelukanku.
" Maafkan aku..." Bisikku padanya.


Yaah, kusadari, dalam keadaan dihadapkan pada masalah, kita sering mencari jalan yang terbaik. Tapi kadang yang terbaik menurut kita, belum tentu benar dan baik bagi yang lain.

Selesai

2 komentar:

  1. ceritanya sangat bagus aku sangat suka dari tokoh juga wataknya ceritanya jadi tampak hidup dan lagi kayak mencerminkan kehidupan sehari-hari di sekolah persahabat, pacar, dan yang lain pokoknya bagus deh aku suka


    ku tunggu karya berikutnya..............^^

    BalasHapus
  2. terima kasih. silahkan ditunggu. hihi

    ^_^

    BalasHapus

Silahkan berkomentar untuk posting yang ada dan terima kasih telah mengunjungi blog ini