Rabu, 27 Januari 2010

Teman Facebook

"Maaf, ya. Hari ini aku janjian pergi nonton dengan teman facebook-ku. Jadi aku tidak bisa pergi dengan kalian."
"Tapi kenapa akhir-akhir ini kau selalu menghindari kami? Apa kami sudah tidak penting lagi bagimu?"
"Iya. Sudah, ya.", dengan cepat Fifin pergi menjauh, meninggalkan teman-temannya yang selama ini terus bersamanya. Menurutnya, berurusan dengan sesama itu merepotkan, sehingga ia ingin melupakan teman-temannya yang tukang ikut campur, keluarganya yang cerewet, dan berbagai masalah yang datang menghampirinya. Dan satu-satunya jalan untuk melupakan semuanya ialah dengan mencari teman baru di facebook.
Tidak butuh waktu lama bagi Fifin untuk mencari teman baru lewat facebook. Ia tidak membutuhkan orang yang memasang foto aslinya sebagai profil, karena menurutnya orang seperti itu mempunyai rasa percaya diri yang tinggi dan tak dapat dipercaya. Jadi ia lebih memilih orang yang memasang gambar selain foto asli di profilnya. Dan ia pun menemukan orang yang ia cari, tentunya setelah sering saling kirim-mengirim pesan di facebook dan sms-an. Orang itu adalah Luffy. Ia merasa cocok dengan Luffy, jadi hari ini pun Fifin janjian ketemuan dengannya.
"Hari ini kau pakai baju warna apa?", tanya Luffy lewat sms.
"Aku pakai jaket merah. sekarang kau dimana? Aku sudah tiba di taman.", balas Fifin.
"Ia, aku sudah hampir sampai, kok."
Fifin memang telah tiba di taman,tetapi ia memilih untuk bersembunyi di balik salah satu pohon yang ada di taman tersebut. Hari ini Luffy memakai baju hitam, jadi Fifin bersembunyi sambil mengawasi orang-orang yang datang dengan memakai baju hitam, sebab kebetulan pada hari itu taman tersebut sedang sepi. Jika orang yang bernama Luffy itu jelek, ia bisa segera lari dari taman tersebut.
"Kamu Fifin, ya?"
Kaget setengah mati, Fifin menoleh ke belakangnya dan melihat seorang anak laki-laki tengah berdiri di hadapannya. Wajahnya ganteng, ramah, murah senyum, dan kelihatannya baik. Tetapi ia tidak memakai baju hitam seperti yang dikatakannya lewat sms. Fifin pun bertanya pada dirinya sendiri,"Apakah orang ini Luffy? Kokrasanya beda? Ditambah lagi bibirnya berdarah".
"Apakah kamu... Luffy?", tanya Fifin ragu.
"Maaf aku telat. Tidak apa-apa, kan?", jawab Luffy tersenyum.
"I... Ia... Ngomong-ngomong, kok kau pakai baju merah? Di sms 'kan kalau kau pakai baju hitam. Dan kenapa bibirmu berdarah?", tanya Fifin curiga.
"Haha... Soal baju, tadi waktu di bus aku minum soda, terus sodanya tumpah di bajuku, jadi aku pulang dulu ganti baju, makanya aku telat. Dan soal bibirku, waktu di rumah aku terpeleset dan bibirku kejedot di meja, jadinya berdarah, deh... Hahaha... Aku memang ceroboh, ya...", jawab Luffy polos.
"Hoo... Itu hanya perasaanmu saja...", jawab Fifin seadanya.
" daripada itu, ayo cepat!", kata Luffy sambil menarik Fifin lari menjauhi taman hingga mereka berdua tiba di depan sebuah kafe.
"Nggak usah buru-buru, filmnya juga belum mulai, kok.", kata Fifin.
"Maaf, aku kira filmnya sudah hampir mulai.", jawab Luffy terengah-engah.
"Daripada itu, aku ingin tanya. Kenapa pendarahan di bibirmu tidak kau hentikan? Bukannya kau dokter?", tanya Fifin curiga.
"...", Luffy terdiam.
"Nggak masalah, kok. Toh, aku nggak percaya semua yang ditulis di facebook. Aku nggak berniat untuk tahu hal yang sebenarnya. Aku juga nggak cerita tentang diriku. Seperti apa dan bagaimana pun orangnya, lebih baik kita nikmati saja apa adanya.", jawab Fifin dengan tampang cool-nya, yang membuat Luffy sedikit kagum terhadapnya.
"Kalau begitu, ayo kita pergi nonton.", kata Luffy sambil tersenyum kepadaFifin.
Fifin menganggap setidaknya Luffy bukanlah orang jahat, karena ia tidak pandai berbohong.
DUKK! "Aduh!", tanpa sengaja di tengah jalan Luffy menabrak sepeda yang tengah diparkir di pinggir jalan.
"Kau nggak apa-apa?", tanya Fifin cemas, sambil membantu Luffy berdiri. "Kau hobi tersandung, ya?"
"Wahahaha...", Luffy tertawa, walaupun sebenarnya ia sangat malu. "Terus terang, waktu terpeleset di rumah tadi, aku menjatuhkan lensa kontakku dan tanpa sengaja menginjaknya."
"Bodoh! Mestinya kau cepat ngomong, dong! Tanpa lensa kontak, apa gunanya kau nonton?", hentak Fifin namun sedikit khawatir.
"Jangan khawatir.", jawab Luffy menenangkan suasana sambil kembali tersenyum. "Kau memang ingin nonton film ini, kan?"
"Hmph!", Fifin tersenyum, wajahnya memerah. "Kalau begitu, nonton filmnya batal."
Mereka pun menghabiskan waktu bersama di taman. Bercanda, bersenda gurau, Fifin menikmati saat-saat kebersamaannya dengan Luffy. Setelah bermain di taman, mereka memutuskan untuk beristirahat sambil ngobrol-ngobrol di kafe.
"Sebenarnya, sih, aku tidak benci pada teman-temanku. Hanya saja, semakin dalam terlibat, rasanya beban kita juga akan semakin berat.", curhat Fifin. "Kalau berpikir begitu, rasanya sesak sekali kalau sampai kita merasa disudutkan. Di sekolah pun aku pasti menjaga jarak. Makanya banyak wajah yang nggak kuingat."
"Kau juga nggak ingat siapa yang duduk tepat di depanmu?", tanya Luffy yang nampak tertarik dengan obrolan Fifin.
"...Pokoknya cowok, deh.", jawab Fifin seadanya.
"Begitu rupanya...", kata Luffy sambil berpiki bahwa ingatan Fifin hanya sampai disitu.
"Toh, tahun depan aku nggak akan punya hubungan lagi dengan mereka. Dalam situasi seperti itu, menjaga hubungan sama saja dengan merepotkan diri sendiri, kan?", kata Fifin. "Nggak seperti teman di facebook, kalau kita sudah nggak suka, kita nggak bisa menghapusnya begitu saja."
"Karena bisa putus hubungan setiap saat dengan teman facebook, kau merasa lebih tenang mengungkapkan isi hatimu yang sebenarnya?", kata Luffy sambil tetap tersenyum.
"Aah...", geram Fifin. "Coba kalau hubungan antar manusia bisa diputuskan segampang kita menekan tombol-tombol ini..."
"Kau... Baik hati, ya?", kata Luffy tersenyum sambil melihat Fifin yang nampak sedikit kaget akan ucapannya. "Kau nggak mau menyakiti teman-temanmu, makanya kau menjaga perasaan mereka. Dan akhirnya kau sendiri yang merasa lelah. Karena kau sudah berbaik hati mengurungkan niatmu nonton film demi orang bodoh seperti aku yang nggak sengaja menjatuhkan lensa kontaknya. Pasti teman-temanmu menyukaimu."
Fifin terdiam sambil terus menatap Luffy.
"Kalau sudah terputus, yang pasti kita nggak akan bisa minta maaf.", lanjut Luffy, tetap tersenyum. "Walau kadang dekat, kadang kita bertengkar juga, sih... Tapi kau nggak boleh ngomong hal semuram itu. Oke?"
Fifin tampak terkesan. Ia berpikir kalau Luffy sama sekali berbeda dengan semua sms-nya selama ini. Tapi, ia tampak kagum terhadap Luffy yang sampai sekarang terus tersenyum kepadanya, yang membuat wajah Fifin memerah.
PIPIPIP! "Ah... Ada sms...", kata Fifin sambil mengambil telepon genggam dari kantongnya dan membaca sms tersebut.
"Kau... Siapa?", tanya Fifin. Ternyata sms yang ia terima berasal dari Luffy yang asli yang menanyakan keberadaannya.
"...", Luffy sempat terdiam, sambil menunduk. "Dari teman facebook-mu yang asli, ya..."
"Kau bukan Luffy?", tanya Fifin curiga. Luffy tetap terdiam dan tertus menunduk. "Kalau begitu, siapa kau!?"

Sabtu, 23 Januari 2010

Makcomblang Cinta

Makcomblang Cinta

Gadis ini kini menangis dalam pelukanku. Dia bercerita tentang ketidaksanggupannya menahan perasaannya. Memaksakan diri untuk mencintai orang yang mencintainya, sahabatku. Gadis ini hanya ingin mencintai dan dimiliki oleh orang yang begitu mencintainya dan juga sangat dia cintai, aku.
Aku masih berdiri terpaku. Memikirkan betapa sungguh tak mudah hal ini bagiku. Aku yang begitu jarang menginginkan sesuatu, Kini sangat menginginkannya.....
Membayangkan eratnya persahabatan dan cinta yang begitu indah memaksaku memilih.....

Dua minggu yang lalu...
Siang, usai jam sekolah. Aku masih bersandar di tembok kelasku menunggu Angga yang masih membereskan buku-bukunya di dalam kelas. Kulihat Rio yang sedang berjalan menuju ke arahku. Dia merangkul Rini dengan tangan kanannya. Mereka dari kelas lain. Rio mengerdipkan mata sambil tersenyum dan mengacungkan jempol tangan kirinya buatku. Yaah, aku tau dia sangat senangdan berterima kasih padaku. Dia melintas saja di hadapanku. Tak kuperhatijan Wini,teman kelasku, sudah berdiri di pintu kelasku. Di sampingku.
" Makcomblang cinta berhasil lagi nih." Katanya. Aku hanya tersenyum padanya.
" Tapi aku heran." katanya lagi dengan tangan menempel ke dagu. " Kok orang yang pandai nyambungin cintanya orang lain, malah belum punya pacar yah?" Katanya padaku. Orang yang dimaksudnya memang aku.
" Itu yang tak bisa kujawab. haha." Jawabku sambil tertawa kecil.
"Yaah, padahal aku benar-benar sedang jatuh cinta pada seorang gadis saat ini." Kataku dalam hati.
"Minggir, minggir. Permisi, permisi." kata Angga sambil menggeser Wini yang menghalangi jalannya.
"Hari ini aku kliennya. Dan dia tidak menerima klien lagi sebelum urusanku selesai." katanya lagi.
"Kasian..." kata Wini. Angga bengong melihatnya.
"Lho. Kenapa?"
"Aku kasian pada gadis yang akan didekatioleh seorang pemuda yang kondisinya dibawah standar. Hahahaha." kata Wini sambil tertawa-tawa dan berlari menjauh meninggalkan kami.
"Huh." Angga dongkol.
"So...?" kataku padanya saat dia sudah menoleh padaku.
"Waaah!! Aku sungguh sudah tergila-gila padanya kawan." Dia berseru dengan semangat.
"Siapa?" tanyaku.
"Namanya Rani, yaah bukan cewek populer memang, tapi aku sudah jatuh cinta kawan. Tolonglah aku." Haha. Sahabatku ini begitu bersemangat. Pernah dia jatuh cinta, tapi tak sesemangat ini.
"Bantu aku, ya?" pintanya.
"Selalu ingin kuberikan yang terbaik untuk sahabatku. Ayo! perlihatkan cintamu itu padaku." Aku merangkulnya.
Aku dan Angga menunggu di gerbang sekolah. Berdiri dan minum sekaleng minuman ringan. Tak lama, gadis itu keluar juga.
"Itu dia!" Angga berbisik tapi dengan semangat. Hampir membuatnya salah tingkah
"Yang mana?" Tanyaku.
"Itu." Dia menunjuk dengan sembunyi-sembunyi.telunjuknya hanya didepan dadanya.
Aku melihatnya. Dia tinggi. Berkacamata dengan rambut dikepang dua. Dilihat sekilas, bukan gadis yang menarik. Tapi kalau diperhatikan...., cantik juga. Tapi aneh, gadis itu malah menatapku. Tatapannya seperti orang yang telah mengenalku. Bhakan kurasa lebih dari itu. Anehnya lagi, jantungku berdetak lebih kencang. Seperti saat aku melihat gadis yang sedang kutaksir.
Yaah, belakangan ini aku memang sedang jatuh cinta. Sedang memperhatikan seorang gadis secara sembunyi-sembunyi. Tapi bukan gadis ini. Gadis yang lain.
Gadis itu semakin mendekati gerbang tempat aku dan Angga berdiri. Dia terus menatapku. Aku juga terus menatapnya. Tapi sungguh, aku tak merasa mengenalnya. Aku hanya terus merasa aneh dengan detakan jantungku yang kencang. Mungkin hatiku mengenalinya.....



Bersambung....