Minggu, 21 Februari 2010

Taj Mahal


(bahasa Urdu: تاج محل, Hindi: ताज महल) adalah sebuah monumen yang terletak di Agra, India. Dibangun atas keinginan Kaisar Mughal Shāh Jahān, anak Jahangir, sebagai sebuah musoleum untuk istri Persianya, Arjumand Banu Begum, juga dikenal sebagai Mumtaz-ul-Zamani atau Mumtaz Mahal. Pembangunannya menghabiskan waktu 23 tahun (1630-1653) dan merupakan sebuah adi karya dari arsitektur Mughal.

Shah Jahan, kaisar dari Kekaisaran Mughal memiliki kekayaan yang besar selama masa kejayaannya. Pada 1631 istri keduanya wafat sewaktu melahirkan putrinya Gauhara Begum, anak ke-14 mereka.

Shah Jahan memerintahkan Ustad Ahmad membuat bangunan ini. Ustaz Ahmad mengumpulkan 20.000 orang pekerja yang terdiri dari tukang batu, tukang emas, dan pengukir yang termasyhur dari seluruh dunia.

Dengan bumbung, kubah dan menara yang buat dari marmer putih, serta seni mozak yang indah, Taj Mahal merupakan salah satu dari Tujuh keajaiban di dunia. Sebanyak 43 jenis batu permata, termasuknya yaitu berlian, jed, kristal, topaz dan nilam telah digunakan untuk memper indah Taj Mahal. Pembuatan Taj Mahal memakan masa selama 22 tahun.

Kamis, 11 Februari 2010

Makcomblang Cinta ( bagian 4/Selesai )

" Aku tak sanggup....." Kata Rani sambil terisak. " Semua ingatanku hanya padamu walau aku bersamanya." Lanjutnya.
Ditengah riangnya seorang Rani dan senyumnya yang selalu tulus, tak kusangka dia pu bisa menangis.

" Aku...." aku mencoba bicara tapi tertahan. Menahan haru agar tak menangis di hadapannya. " Aku sedang membiasakan diri melupakanmu." Kataku lagi
Dia sepertinya terkejut. Isakannya terhenti. Dia menarik badannya sedikit ke belakang dan menatap ke wajahku. Tapi lagi-lagi aku tak membalas tatapanya. Aku menoleh ke arah lain.

" Sebelumnya kita tak saling kenal. Juga tak saling cinta. Jadi aku dan kau pasti bisa hidup seperti saat kita tak saling kenal." Kataku tetap tak memandang wajahnya. Dia menggeleng-geleng perlahan.

" Pulanglah." Kataku lagi. Aku melangkah mundur. Memegang gagang pintu hendak menutupnya.

" Aku masih bisa merasakan sayangmu padaku. Kau menjaganya." Dia berkata tiba-tiba. Tanpa menunggu reaksiku dia beranjak pergi.
Aku menutup pintu lalu berdiri membelakanginya. Aku tertunduk memikirkan kata-kataku sendiri dan juga apa yang dikatakannya. Haruskah kusesali yang kulakukan? Aku sendiri belu bisa menjawabnya. Aku pergi tidur dengan perasaan bersalah pada dirinya. Tapi entahlah. Apapun yang akan terjadi besok, terjadilah.

Hari ini aku tak banyak bicara dengan Angga. Kejadian semalam masih terasa beratnya. Tapi kulihat Angga tetap gembira. Katanya ada janji lagi mau jalan dengan Rani. Usai jam sekolah, aku ke rumah paman lagi. Baru pulang saat matahari sudah terbenam. Sudah gelap. Aku berjalan pelan-pelan saja. Rumahku sudah kelihatan tak jauh lagi. "Aneh, tadi siang kan cerah, kenapa sekarang mendung begini?". Pikirku. Akhirnya sampai di depan rumah. Kubuka pagar rumahku. Tapi tiba-tiba ada suara memanggilku.

" Wisnu!" Sepertinya suara Angga. Tapi terdengar marah. Aku menoleh. Memang Angga. Dan dia memang sedang terlihat kesal.
Aku tersenyum. " Lho....," belum selesai aku berkata-kata, Angga sudah mencengkeram kerah bajuku dengan tangan kirinya. Lalu dengan cepat tinju tangan kanannya mendarat dipipiku. Dia lalu mendorongku. Aku jatuh terduduk.
Aku sungguh heran. kenapa tiba-tiba...? Kami terdiam sejenak. Hujan mulai turun rintik-rintik.

" Kau ini terlalu baik atau bodoh, hah!?" Teriaknya marah.
" Kenapa kau ini?" Aku bertanya balik padanya. Masih tetap terduduk ditanah.
" Kau menyuruj orang yang mencintaimu kencan denganku. Apa tidak salah?! Kau pikir aku ini orang macam apa, hah?" Angga betul-betul marah. Aku hanya tertunduk mendengarnya. Sementara hujan turun makin deras.

" Kau tau kenapa aku memukulmu?" Aku tak menjawab. Lalu dia berkata lagi, " Biar kau merasakan sakitnya hatiku. Sakit hati seorang sahabat yang merasa tak dikenali oleh sahabatnya. Begitukah caramu mengerti aku?" Suara bicara Angga tidak dengan teriak lagi. Nadanya menjadi datar. Sepertinya marahnya mulai reda. Berubah jadi rasa sedih.

" Aku kencan dengannya. Tapi dia menangis dihadapanku. Dia bercerita tentang cintanya padamu. Tentang cintamu padanya. Dan tentang bodohnya kau yang menyuruhnya jalan denganku." Katanya. Dia lalu berjongkok dihadapanku ditengah hujan yang makin deras.

" Kadang kita ingin selalu membahagiakan sahabat kita karena tak mau kehilangannya. Tapi kadang kita juga lupa bertanya padanya,'bahagiakah dia dengan apa yang akan kita lakukan?' Yang membuatku kecewa adalah, kenapa kau tak berbagi denganku saat kau bimbang. Dengan memilihnya, kau tak mengambil apa-apa dariku karena dia belum jadi milikku dan bahkan dia mencintaimu. Aku masih tetap sahabatmu."
Semua kata-katanya membuatku tenang dan menyadarkan aku dimana kelirunya perbuatanku.

" Hei!" Dia menampar pipiku dengan keras. Lalu menunjuk ke arah belakangku dengan tangan kirinya.
" Kubawakan cintamu, makcomblang. Hehe." Kata Angga dengan senyum lebar. Aku menoleh. Kulihat Rani berdiri memegang payung sambil menangis. Tapi tangisnya adalah tangis bahagia. Karena dia juga tersenyum.
Aku berdiri. Terus menatapnya. DIa menjatuhkan payungnya lalu memelukku. Aku juga memluknya. Di bawah deras hujan, aku, sahabatku, kekasihku..... terjadi hubungan yang lebih erat lagi.
Angga tersenyum. Rani tersenyum dipelukanku.
" Maafkan aku..." Bisikku padanya.


Yaah, kusadari, dalam keadaan dihadapkan pada masalah, kita sering mencari jalan yang terbaik. Tapi kadang yang terbaik menurut kita, belum tentu benar dan baik bagi yang lain.

Selesai

Minggu, 07 Februari 2010

Makcomblang Cinta ( bagian 3 )

Kuturuti cinta dihatiku dan melalui waktu bersamanya sore itu. Semua prasangkaku terhadapnya persis sama dengan kenyataannya. Dia gadis yang baik, ramah, pengertian.
Dua hari ini kulalui bersamanya. Membiarkan semua keinginan hatiku akan cintanya terpenuhi. Aku tak mau peduli jika ini mungkin hanya sesaat. Yang kutau aku bahagia. Dan dua hari ini pula aku terlupa sesaat pada cinta sahabatku kepada orang yang juga kucintai...

Esoknya di sekolah, saat akubertemu Angga, dia menatapku dengan serius. Dia mendatangiku.
" Aku melihatmu kemarinsore." Katanya masih dengan wajah serius. " Kau kencan dengan gadis itu." Lanjutnya. Aku kaget. Di pikiranku tak menemukan kata-kata untuk menjelaskan. Aku bingung.
" Selamat kawan!" Serunya tiba-tiba sambil menjabat tanganku.
" Akhirnya kau menemukan cinta untuk dirimu.hehehe. Benarkah dugaanku?" kata Angga lagi dengan semangat. Ternyata dia tidak tau siapa gadis yang kukencani. Untunglah. Angga lalu masuk kelas lagi saat bel selesai istirahat berbunyi.
Saat berdiri kulihat Rani berjalan menuju kelasnya. Penampilannya sama seperti biasa. Dengan kacamata besarnya dan rambut dikepang dua. Dia tersenyum penuh arti padaku. Aku membalas senyumannya tapi dengan perasaan bingung.
Kulalui beberapa hari lagi dengannya. Berbagi cerita, berbagi canda tawa. Dan tetap kutulis surat untuknya sebagai Angga.
Lalu saat dia mulai tak membalas surat dari Angga dan semakin tak bereaksi, Angga jadi murung. Dia bersedih dan bercerita padaku.
" Bagaimana ini kawan? mengapa reaksinya berkurang? Haruskah kurelakan lagi cintaku ini?"
Pertanyaan-pertanyaan itu membuatku resah. Dan lama-kelamaan aku merasa menjadi seorang penghianat. Aku merasa bersalah. Kutepuk-tepuk pundak sahabatku itu. Lalu berkata,
" Tenang saja kawan. Kau tunggu saja hasil kerjaku ya." Aku menyemangatinya sambil tersenyum. Tapi sungguh, aku merasa terdesak.
Malam harinya aku jalan lagi dengan Rani. Aku sudah menimbang-nimbang dan memutuskan memilih persahabatanku.
Kuantarkan dia pulang. Lalu sesampai di depan rumahnya, kupegang kedua tangannya. Kupandangi dia. Betapa sayang aku padanya.
" Aku cinta padamu Rani."
" Aku tau." Balasnya dengan senyum tulus.
" Tapi aku tak sanggup seperti ini." Kataku. Senyumnya hilang. Wajahnya jadi kelihatan serius.
" Apa maksudmu?" Tanyanya.
Aku tak langsung menjawab. Dalam hati seolah-olah aku meyakinkan diriku lagi bahwa yang kulakukan ini memang yang terbaik. Kusodorkan sepucuk surat padanya, Surat asli tulisan dari Angga.
" Kau juga cinta dari sahabatku. Ini sulit bagiku." Keseriusan di wajah Rani berubah. Dia berkata,
" Ooh, ini semua tentang 'profesimu'nyomblangin cinta orang lain. Kau juga punya hak untuk cintamu..." Katanya sambil mendekatkan wajahnya padaku.
Aku buang muka. Perlahan kulepaskan genggaman tanganku dari tangannya.
" Jangan membenciku..." Kataku sambil berbalik perlahan dan melangkah pergi. Kutau dia sedih. MUngkin kecewa. Mungkin jengkel padaku. Tapi saat ini, aku takkan mengubah keputusanku.
Besoknya kulihat Angga begitu gembira. Lebih bersemangat lagi. Dia cerita kalau begitu sampai di sekolah, Rani berbicara langsung dengannya dan menerima ajakan kencannya. Aku mengucapkan selamat.
" Kau memang hebat sobat!!" Serunya.
Aku tersenyum. Dia tertawa-tawa. Aku harus bisa lebih bahagia dari ini karena bisa membuat sahabatku bahagia. Usai jam sekolah aku beralasan saja pada Angga kalau aku ada urusan penting ke rumah pamanku. Entahlah, aku hanya merasa diriku sedikit aneh ditengah kebahagiaan Angga yang meledak-ledak.
Tapi aku memang jadinya ke rumah pamanku. Mencoba cari suasana baru. pulang-pulang sudah malam. Belum juga ganti baju, sudah ada yang mengetuk pintu. Ibu menyuruhku membukanya. Aku membuka pintu. Kulihat Rani berdiri menatapku. Air mata terurai dipipinya. Dia langsung memelukku. Dan disinilah aku sekarang. Sejak dua minggu awal kisah cinta ini......


Bersambung


Senin, 01 Februari 2010

Makcomblang Cinta

Makcomblang Cinta
(bagian 2)

Kubuatkan surat untuk Rani, mengaku sebagai Angga. Kuisi dengan kata-kata indah dan keinginan berkenalan. Kuselipkan ke lokernya. Lalu pulang.
Sore harinya, kulanjutkan kebiasaanku belakangan ini. Mengawasi gadis pujaanku. Biasanya ke pasar.
rambutnya panjang terurai. Matanya begitu indah. Senymnya begitu tulus. Sikapnya selalu ramah dan suka menolong. Gadissempurna pujaanku....
Sehari, dua hari, Angga masih terus bersemangat.Dia sudah menerima balasan suratnya. Salam perkenalan kembali. Julanjutkan tugasku. Mengirim surat lagi dengan kata-kata indah.
Dua hari kemudian, aku menerima surat di lokerku. Pengirimnya.... Rani. Aneh, aku tak mengerti. Apa dia tau kalau aku yang mengiriminya surat atas nama Angga? Tapi Angga juga menerima surat dari Rani di lokernya. Isisnya masih kenal-kenalan saja. Ternyata Rani benar-benar anak yang ramah.

" Aku tak tahan lagi.....memendam rasa ini sekian lama darimu. Membuat hatiku kadang berontak. Memaksa berucap padamu. Aku ingin bertemu. Besok sore jam lima, di cafe soda. Aku pakai rok selutut dan baju berwarna putih. Rani."
Begitu isi surat yang kuterima. Aku betul-betul heran. Apa maksudnya ini?

Kubuatkan surat lagi untuk Angga, kepada Rani. Isinya mengajak bertemu hari minggu di sebuah taman hiburan. Sementara keesokan sorenya, aku ke cafe soda. Aku terkejut, sesampai disana, kulihat gadis pujaanku duduk di salah satu meja. Sendiri. Dia lebih cantik lagidari biasanya. Tapi, astaga, aku baru tersadar dengan pakaiannya, baju putih dan rok selutut.Ranikah dia? Tidak. Aku haru memastikannya.
Kudatangi meja itu. Dengan jantung yang berdetak kencang. Dia menatapku dan mengenaliku.
" Rani?" Tanyaku padanya untuk memastikan.
" Iya." Jawabnya dengan senyumannya yang tetap tulus dan suara yang lembut.
Aku duduk di depannya.
" Kamu...."
" Iya, aku Rani. Teman sekolahmu juga. Dia tersenyum. " Oiya, maaf. Kau mungkin tidak mengenaliku. Biasanya aku pakai kacamata. Begini....." Dia berkata begitu sambil mengenakan kacamatanya.
Astaga!! Sepertinay aku tak bisa mendengar suara lain lagi selain detak jantungku. Ini serius. Dia Rani yang juga ditaksir Angga.
Aku harus bagaimana?